. . . . .

Minggu, 03 Juni 2012

SUMBERDAYA ALAM MILIK BERSAMA ( COMMON PROPERTI REGIME )



           
Dalam sejarah awal mula manusia ada dan menginjakan kaki di dunia maka mulai saat itu juga kita telah berada dan menggunkan sumber daya alam yang ada di dunia ini mulai dari tanah, air, udara, sinar matahari, hutan, padang rumput, pesisir, dan laut, dll. Bahkan dalam salah satu hadist Nabi Muhammad yang dimana merupakan seorang Rasul dalam agama Islam yang paling besar dan terakir pernah bersapda bahwa tanah lapang atau padang rumput, air, dan api merupakan suatu sumber daya yang tidak diperjualbelikan, hal ini berarti menegaskan telah adanya Common Properti Regime sejak lama dan bahkan diatur dalam agama. Dari kalimat regime sudah dapat kita tarik kesimpulan bahwa sudah tentu ini akan dan harus melibatkan institusi dan jaminan mengenai kepemilikan bersama yang umumnya pada perihal poenggunaan sumber daya alam milik bersama. Adanya rezim yg biasanya diwakilkan oleh pemerintah sebagai pengawas dan penjamin masyarakat dalam mengambil haknya untuk mengelola sumber daya.

“Anehnya, kalimat “common property” kelihatannya telah menjadi bahasa untuk merujuk atau menunjuk, bukan kepada suatu bentuk dari kepemilikan sama sekali, tapi juga pada barang non-kepemilikan, atau sumberdaya yang terbuka untuk semua orang dimana hak dan kewajiban belum didefinisikan (Gordon, 1954; Scott, 1955; Demsetz, 1967; Alchian and Demsetz, 1973).”


Namun dalam kenyataanya dalam kita menggunakan sumber daya alam tersebut ternyata secara tidak kita sadari orang lain juga menggunakan dan mempunyai akses yang sama terhadap sumber daya alam tersebut. Jadi secara singkat Common Property Regime di sini adalah semua sumber daya alam yang digunakan oleh orang banyak dan berifat open source  dimana setiap orang berhak untuk menggunakannya untuk menjamin kelangsungan kesediaan kebutuhan alat pemuas kebutuhan. Ia sering kali bersifat terbuka, di mana semua orang bebas memanfaatkannya atau open access dimana alam bersifat tidak bertuan dan seakan-akan tidak dapat habis. Akibat dari open access itu, setiap individu yang memanfaatkan sumber daya tersebut cenderung meng­ek­sploitasinya semaksimal mung­kin tanpa memperdulikan akibat terhadap kelastarianya atau pengaruhnya pada hak orang lain, alasannya jika ia ti­dak melakukan hal itu , maka tentu orang lain yang akan melakukannya. Di lain sisi, masing-masing individu enggan memelihara kelestarian sumber daya tersebut dengan alasan percuma dia menjaga kelestarian kalau orang lain tidak ataupun sebaliknya, bahkan sebaliknya mengeksploitasinya habis-habisan untuk keuntungan dirinya. Permasalahan utama yang sering muncul adalah karena ma­sing-masing individu berpikiran yang sama, akibatnya fatal, yakni kehancuran sumber daya milik bersama tersebut. Inilah yang disebut oleh Hardin sebagai the tragedy of the commons atau tragedi milik bersama.

Dalam menyikapi permasalahan di atas maka para ahli mempunyai pandangannya masing-masing tentang bagaimana menyikapi permasalahan sumber daya alam milik bersama ini agar dapat dikelola dengan baik. Teori yang umum digunakan pada dasarnya membedakan cara pandang seseorang pada pemanfaatan alam menjadi tiga hal, yaitu manusia sebagai sentral dari seluruh alam ( Antroposentris ), kelestarian alam sebagai sentral dari alam ( Ekosentris ), dan Tuhan melalui agama sebagai sentral dari alam ( Theosentris ).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar