. . . . .

Minggu, 03 Juni 2012

LINGKUNGAN HIDUP : PANDANGAN ANTROPOSENTRIS / MANUSIA



Menurut pandangan Hardin
Padang penggembalaan dan berbagai sumberdaya  milik bersama lainnya, biasanya dimanfaatkan oleh setiap orang secara bebas, tanpa ada insentif untuk mengkonservasinya. Karena itu, tidaklah heran bahwa berbagai sumberdaya milik bersama atau tidak ada pemiliknya sangat rentan mengalami the tragedy of the commons. Di samping itu, menurut Hardin, berbagai sumberdaya milik bersama hanya dapat dikelola dengan baik melalui swastanisasi atau dikontrol pihak pemerintah bukan dibiarkan bebas digunakan oleh semua orang. Namun,  berdasarkan hasil-hasil studi dari berbagai kelompok masyarakat di berbagai wilayah, menunjukkan bahwa berbagai sumberdaya milik bersama, seperti maritim, padang penggembalaan, dan hutan tidak selalu mengalami degradasi. Hal ini dikarenakan berbagai sumberdaya milik bersama tersebut tidak selalu merupakan akses tanpa pemilikan dan bebas dimanfaatkan oleh setiap orang. Selain itu, kenyataan di lapangan juga menunjukkan bahwa pengelolaan sumberdaya milik bersama tidak selalu dapat dikelola secara efektif oleh pihak swasta atau pemerintah. Karena itu, tidaklah heran bahwa pandangan Hardin tersebut banyak dikritik oleh berbagai kalangan terutama ilmuwan pasca Hardin.


Pemikiran Ostrom
Elinor Ostrom merupakan salah seorang ahli yang dinobatkan sebagai salah seorang pemenang hadiah Nobel di bidang ekonomi. Keber­hasilan Ostrom meraih hadiah Nobel itu sangat erat kaitannya dengan masalah pengelolaan sumber daya milik bersama yang dia teliti dan kembangkan. Pada intinya, Ostrom menunjukkan bahwa kepemilikan bersama itu tidak harus berakhir dengan tragedi seperti yang digambarkan oleh Hardin dimana saat suatu sumber daya tidak diambil alih oleh pemerintah atau dikuasai oleh pemerintah maka akan dapat berakibat rusaknya sumber daya tersebut atau tragedy of the common. Ostrom berpendapat bahwa suatu komu­nitas yang memanfaatkan sua­tu sumber daya secara ber­sa­ma bisa bersepakat untuk me­nge­lolanya dengan baik. Me­re­ka bisa membangun kon­sen­sus, sa­ling mengawasi, serta saling mem­beri sanksi atas pe­lang­garan oleh sesama anggota. Dengan demikian, solusi terhadap persoalan the tragedy of the commons itu tidak mesti privatisasi (dalam arti dija­dikan milik individu atau pe­ngusaha) ataupun penerapan sis­tem pajak oleh negara. Ko­mu­nitas yang memanfaatkan sumber daya secara bersama bi­sa diandalkan dan diberi tang­gung jawab penuh untuk mengelola sumber daya tersebut.  Ini yang lazim disebut com­munity-based resource management atau manajement sumber daya komunitas.

Pada dasarnya Hardin dan Ostrom dapat dimasukan dekat dalam golongan Antroposentris dimana mereka melihat alam dan sumber daya alam dari manusia sebagai sentral yang menguasai, menggunakan, dan melestarikan demi kelangsungan mereka sendiri hari ini dan di masa depan. Keberlangsungan sumber daya alam di wilayah ia berada dan cara untuk menggunakan sumber daya alam tersebut harus diciptakan melalui hubungan manusia dan demi kepentingan manusia itu sendiri. Keberhasilan dari teori yang diutarakan oleh para ahli di atas dimana sktor privat, pemerintah maupun komunitas masyarakat seperti ini membutuhkan partisipasi politik yang tinggi dari masyarakat dan negara dalam proses penataan ruang dan penentuan kebijakan pengelolaan sumber daya alam di wilayah ekosistem. Semakin tinggi partisipasi politik dari pihak-pihak berkepentingan akan menghasilkan rencana tata ruang yang lebih akomodatif terhadap kepentingan bersama yang “intangible” yang dinikmati bersama oleh banyak komunitas yang tersebar di seluruh wilayah ekosistem tersebut, seperti jasa hidrologis. Dalam konteks ini maka membangun kapasitas masyarakat dan publik yang berdaulat (mandiri) harus diimbangi dengan jaringan kesaling-tergantungan (interdependency) dan jaringan saling berhubungan (interkoneksi) antar komunitas dan antar para pihak stakeholder. Untuk bisa mengelola dinamika politik di antar para pihak yang berbeda kepentingan seperti ini dibutuhkan tatanan organisasi birokrasi dan politik yang partisipatif demokrasi (participatory democracy). Partisipasi secara aktif dari masyarakat dan disertai kesadaran dari pemerintah dan swasta akan pentingnya penggunaan sumber daya alam milik bersama secara benar merupakan syarat dan tujuan utama yang ingin dituju.
Maka seperti kata John Friedmann (1998), ”It is empirically verifiable phenomenon that people wish to protect the environment on which they depend for their life and livelihood”. Penge­lo­laan oleh masyarakat itu sen­diri bahkan bisa lebih efektif dan efisien; biaya penga­was­an­nya lebih murah. Untuk menjamin keberlanjutan fungsi layanan sosial-ekologi alam dan keberlanjutan sumberdaya alam dalam cakupan wilayah yang lebih luas maka pendekatan perencanaan sumber daya alam dengan instrumen penataan ruang harus dilakukan dengan mempertimbangkan bentang alam dan kesatuan layanan ekosistem, endemisme dan keterancaman kepunahan flora-fauna, aliran-aliran energi sosial dan kultural, kesamaan sejarah dan konstelasi geo-politik wilayah. Dengan pertimbangan-pertimbangan ini maka pilihan-pilihan atas sistem budidaya, teknologi pemungutan/ekstraksi sumber daya alam dan pengolahan hasil harus benar-benar mempertimbangkan keberlanjutan ekologi dari mulai tingkat ekosistem lokal sampai ekosistem regional yang lebih luas. Dengan pendekatan ekosistem yang diperkaya dengan perspektif kultural seperti ini tidak ada lagi “keharusan” untuk menerapkan satu sistem pemberdayaan sumber daya alam untuk wilayah yang luas. Hampir bisa dipastikan bahwa setiap ekosistem bisa jadi akan membutuhkan sistem pengelolaan sumber daya alam yang berbeda dari ekosistem di wilayah lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar