Menurut
pandangan Hardin
Padang
penggembalaan dan berbagai sumberdaya milik bersama lainnya, biasanya
dimanfaatkan oleh setiap orang secara bebas, tanpa ada insentif untuk
mengkonservasinya. Karena itu, tidaklah heran bahwa berbagai sumberdaya milik
bersama atau tidak ada pemiliknya sangat rentan mengalami the tragedy of the commons. Di samping itu,
menurut Hardin, berbagai sumberdaya milik bersama hanya dapat dikelola dengan
baik melalui swastanisasi atau dikontrol pihak pemerintah bukan dibiarkan bebas
digunakan oleh semua orang. Namun, berdasarkan hasil-hasil studi dari
berbagai kelompok masyarakat di berbagai wilayah, menunjukkan bahwa berbagai
sumberdaya milik bersama, seperti maritim, padang penggembalaan, dan hutan
tidak selalu mengalami degradasi. Hal ini dikarenakan berbagai sumberdaya milik
bersama tersebut tidak selalu merupakan akses tanpa pemilikan dan bebas
dimanfaatkan oleh setiap orang. Selain itu, kenyataan di lapangan juga
menunjukkan bahwa pengelolaan sumberdaya milik bersama tidak selalu dapat
dikelola secara efektif oleh pihak swasta atau pemerintah. Karena itu, tidaklah
heran bahwa pandangan Hardin tersebut banyak dikritik oleh berbagai kalangan terutama
ilmuwan pasca Hardin.
Pemikiran
Ostrom
Elinor Ostrom
merupakan salah seorang ahli yang dinobatkan sebagai salah seorang pemenang
hadiah Nobel di bidang ekonomi. Keberhasilan Ostrom meraih hadiah Nobel itu
sangat erat kaitannya dengan masalah pengelolaan sumber daya milik bersama yang
dia teliti dan kembangkan. Pada intinya, Ostrom menunjukkan bahwa kepemilikan
bersama itu tidak harus berakhir dengan tragedi seperti yang digambarkan oleh
Hardin dimana saat suatu sumber daya tidak diambil alih oleh pemerintah atau
dikuasai oleh pemerintah maka akan dapat berakibat rusaknya sumber daya tersebut
atau tragedy of the common. Ostrom
berpendapat bahwa suatu komunitas yang memanfaatkan suatu sumber daya secara
bersama bisa bersepakat untuk mengelolanya dengan baik. Mereka bisa
membangun konsensus, saling mengawasi, serta saling memberi sanksi atas pelanggaran
oleh sesama anggota. Dengan demikian, solusi terhadap persoalan the tragedy of the commons itu tidak
mesti privatisasi (dalam arti dijadikan milik individu atau pengusaha)
ataupun penerapan sistem pajak oleh negara. Komunitas yang memanfaatkan
sumber daya secara bersama bisa diandalkan dan diberi tanggung jawab penuh
untuk mengelola sumber daya tersebut. Ini yang lazim disebut community-based resource management
atau manajement sumber daya komunitas.
Pada dasarnya
Hardin dan Ostrom dapat dimasukan dekat dalam golongan Antroposentris dimana mereka melihat alam dan sumber daya alam dari
manusia sebagai sentral yang menguasai, menggunakan, dan melestarikan demi
kelangsungan mereka sendiri hari ini dan di masa depan. Keberlangsungan sumber
daya alam di wilayah ia berada dan cara untuk menggunakan sumber daya alam
tersebut harus diciptakan melalui hubungan manusia dan demi kepentingan manusia
itu sendiri. Keberhasilan dari teori yang diutarakan oleh para ahli di atas
dimana sktor privat, pemerintah maupun komunitas masyarakat seperti ini
membutuhkan partisipasi politik yang tinggi dari masyarakat dan negara dalam
proses penataan ruang dan penentuan kebijakan pengelolaan sumber daya alam di
wilayah ekosistem. Semakin tinggi partisipasi politik dari pihak-pihak
berkepentingan akan menghasilkan rencana tata ruang yang lebih akomodatif
terhadap kepentingan bersama yang “intangible” yang dinikmati bersama oleh
banyak komunitas yang tersebar di seluruh wilayah ekosistem tersebut, seperti
jasa hidrologis. Dalam konteks ini maka membangun kapasitas masyarakat dan
publik yang berdaulat (mandiri) harus diimbangi dengan jaringan
kesaling-tergantungan (interdependency)
dan jaringan saling berhubungan (interkoneksi)
antar komunitas dan antar para pihak stakeholder. Untuk bisa mengelola dinamika
politik di antar para pihak yang berbeda kepentingan seperti ini dibutuhkan
tatanan organisasi
birokrasi dan politik yang partisipatif demokrasi (participatory democracy).
Partisipasi secara aktif dari masyarakat dan disertai kesadaran dari pemerintah
dan swasta akan pentingnya penggunaan sumber daya alam milik bersama secara
benar merupakan syarat dan tujuan utama yang ingin dituju.
Maka seperti kata John Friedmann
(1998), ”It is empirically verifiable phenomenon that people wish to protect
the environment on which they depend for their life and livelihood”. Pengelolaan
oleh masyarakat itu sendiri bahkan bisa lebih efektif dan efisien; biaya pengawasannya
lebih murah. Untuk menjamin keberlanjutan fungsi layanan
sosial-ekologi alam dan keberlanjutan sumberdaya alam dalam cakupan wilayah
yang lebih luas maka pendekatan perencanaan sumber daya alam dengan instrumen
penataan ruang harus dilakukan dengan mempertimbangkan bentang alam dan
kesatuan layanan ekosistem, endemisme dan keterancaman kepunahan flora-fauna,
aliran-aliran energi sosial dan kultural, kesamaan sejarah dan konstelasi
geo-politik wilayah. Dengan pertimbangan-pertimbangan ini maka pilihan-pilihan
atas sistem budidaya, teknologi pemungutan/ekstraksi sumber daya alam dan
pengolahan hasil harus benar-benar mempertimbangkan keberlanjutan ekologi dari
mulai tingkat ekosistem lokal sampai ekosistem regional yang lebih luas. Dengan
pendekatan ekosistem yang diperkaya dengan perspektif kultural seperti ini
tidak ada lagi “keharusan” untuk menerapkan satu sistem pemberdayaan sumber
daya alam untuk wilayah yang luas. Hampir bisa dipastikan bahwa setiap
ekosistem bisa jadi akan membutuhkan sistem pengelolaan sumber daya alam yang
berbeda dari ekosistem di wilayah lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar