. . . . .

Minggu, 03 Juni 2012

EKONOMI DALAM KEBIJAKAN LINGKUNGAN



Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan peri-lakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejah-teraan manusia serta makhluk hidup lainnya (UU. No. 23/1997). Lingkungan hidup dalam pengertian ekologi tidaklah mengenal batas wilayah baik wilayah negara maupun wilayah administratif, akan tetapi jika ling-kungan hidup dikaitkan dengan pengelolaannya maka harus jelas batas wilayah wewenang pengelolaan tersebut.

Peranan lingkungan dalam perkembangan ekonomi masyarakat sanget penting karena mengingat asal sumber daya alam adalah di lingkungan, sehingga muncul apa yang dikenal dengan limited growth (pertumbuhan yang terbatas) dan karena apa limited growth menjadi unlimited growth (pertumbuhan tidak terbatas), karakteristik sumberdaya alam dan munculnya masalah lingkungan. Materi mencakup pengertian tentang limited melawan unlimited growth, karakteristik sumberdaya alam, pengaruh lingkungan dalam pembangunan ekonomi. Salah satu isu global yang sangat penting dan mendapat perhatian serius saat ini adalah masalah lingkungan, environmental problems. Masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, dan pemerintah baik negara maju maupun berkembang telah dan terus memberikan perhatian terhadap masalah lingkungan. Disadari bahwa pengelolaan sumberdaya alam, natural resources yang berorientasi pada ekonomi tidak saja membawa efek positif, tetapi juga dampak negatif bagi umat manusia. 


Bolongnya lapisan ozon dan peningkatan panas global, global warming, menyebabkan perubahan iklim climate change merupakan contoh nyata dampak pengelolaan lingkungan yang ekploratif untuk mencapai pertumbuhan ekonomi, economic growth yang setingginya. Belajar dari pengalaman masa lalu dan fakta yang ada saat ini, maka baik negara maju maupun negara berkembang pada tahun 1987 melalui World Commission on Environment and Development (Brundtland Commission) dalam bukunya Our Common Future mencoba memperkenalkan konsep pembangunan yang disebutnya pembangunan berkelanjutan, sustainable development yaitu suatu pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk mencukupi kebutuhan mereka. Konsep ini mengamanatkan agar dalam pelaksanaan pembangunan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat di negara masing-masing tidak hanya mengejar pertumbuhan ekonomi semata tapi juga secara sadar dan rasional benar-benar memperhatikan kelestarian ling-kungan serta tetap memperhatikan kebutuhan sekarang dan generasi yang akan datang. Beberapa penyebab munculnya masalah lingkungan, menurut Yakin (1997) karena pembangunan ekonomi yang menitikberatkan pada pertumbuhan yang sering bertentangan dengan prinsip pelestarian lingkungan, sehingga antara pembangunan ekonomi dan lingkungan terkesan kontradiktif. Selanjutnya Soerjani (1987) menambahkan bahwa penyebab munculnya masalah lingkungan karena aktivitas manusia dan secara alamiah.

Umum diketahui bahwa kegiatan yang dilakukan oleh umat manusia memiliki dampak pada lingkungan hidup. Khususnya, kegiatan ekonomi dan pertumbuhan penduduk yang pesat telah memberikan tekanan pada keseimbangan alam hingga mengakibatkan kerusakan pada lingkungan hidup. Juga penting diperhatikan bahwa kerusakan dan menurunnya kualitas lingkungan hidup memiliki dampak pada kehidupan manusia. Berikut ini beberapa kasus penurunan kualitas lingkungan hidup yang menjadi soroton para ahli lingkungan hidup di seluruh dunia. Menurut David Ricardo manusia akan selalu menggunakan sumber daya alam yang paling tinggi kualitasnya kemudian baru beralih kekualitas yang rendah.

Dalam konteks pengelolaan lingkungan hidup, permasalahan lingkungan muncul sebagaimana dikemukakan di atas adalah akibat kebijakan pembangunan yang terlalu menitikberatkan pada pertumbuhan ekonomi serta akibat ulah manusia selain terjadi secara alamiah. Dampak negatif yang dapat dilihat dan dirasakan oleh masyarakat antara lain: (1) Pencemaran akibat aktivitas industri dan transportasi, baik limbah cair, bahan beracun berbahaya (B3), CO2 dari kendaraan bermotor. (2) Makin bertambahnya luas lahan kritis karena pertambahan jumlah penduduk yang tidak terkendali, menyebabkan penurunan produksi, erosi, banjir, sedimentasi, dan kekeringan. (3) Plasma nutfah, flora dan fauna langka dan penting terancam punah. (4) Muncul lingkungan kumuh dan masalah sosial baru diperkotaan akibat urbanisasi. (5) Kemampuan kelembangaan masih sangat terbatas, terutama koordinasi antar sektor, antar daerah maupun antar golongan masyarakat dalam menyelesaikan masalah lingkungan hidup di lapangan. (6) Perangkat hukum, sumberdaya manusia dan peran masyarakat masih sangat lemah. (7) Kerusakan terjadi sebagian besar pada hutan mangrove dan terumbu karang. (8) Konversi lahan subur menjadi fungsi lain yang tidak sesuai. (9) Informasi sumberdaya alam dan lingkungan relatif masih sangat kurang.

Alam dan Lingkungan menjadi aset yang paling dikorbankan untuk kepentingan akumulasi kapital bagi kepentingan negara maju karena apa yang dihasilkan oleh alam di negara berkembang memang terlihat nyata dalam memberikan daya dukung kehidupan bagi masyarakat di negara maju. Lebih dari itu, aktivitas industri yang ada ternyata membutuhkan daya dukung alam dan energi ekstraktif di dalamnya agar proses produksi dapat terus berjalan tanpa henti. Dan oleh karenanya beragam bahan bakar fosil kemudian diserap dari perut bumi untuk dapat menggerakan mesin-mesin produksi yang ada.

Ekonom terkemuka, Herman Daly pernah menyatakan dengan sangat lugas bahwa tidak ada sebuah bangsa yang sejahtera ketika lingkungannya bermutu buruk. Mengapa demikian? Karena ia melihat bahwa kesejahteraan individual sebagai puncak dari piramida yang di bagian dasarnya adalah lingkungan. Mutu lingkungan menentukan seperti apa ekonomi berkembang dalam jangka panjang. Sebuah lingkungan yang buruk mutu-nya mungkin bisa terlihat menghasilkan kondisi ekonomi yang mentereng, namun itu pasti hanya dalam jangka waktu yang sangat pendek karena sangat tergantung kepada sumberdaya dari tempat lain. Kondisi ekonomi akan menentukan bagaimana kondisi sosial bangsa tersebut. Tak pernah tercatat dalam sejarah bahwa ada masyarakat yang hidup harmonis satu dengan yang lain manakala kebutuhankebutuhan ekonominya tak terpenuhi. Ini bukan berarti keharusan bahwa seluruh masyarakat hidup dalam kondisi berlimpah, namun setidaknya mereka harus terjamin kebutuhan dasarnya baru kemudian bisa hidup dengan kondisi sosial yang sehat.

Masyarakat yang kelaparan tidak pernah punya pilihan selain berusaha merebut sumberdaya yang dikuasai oleh orang lain, dan perebutan sumberdaya baik yang dilatarbelakangi oleh kebutuhan maupun keserakahan menjadi dasar hubungan sosial yang buruk. Di atas itu semua baru terletak kesejahteraan individu. Karenanya, Daly berpendirian bahwa untuk memastikan kesejahteraan individu, tidak ada cara yang lain, lingkungan harus dijaga kelestariannya. Kalau seka-rang sering terdengar ungkapan “keseimbangan” antara ekonomi, sosial dan lingkungan, sebetulnya itu adalah kompromi politis saja. Bagaimana-pun, lingkungan adalah yang utama. Ia tak bisa dikorbankan karena ialah yang menjadi dasar seluruh piramida kesejahteraan. Lingkungan yang memburuk akan menghasilkan keruntuhan peradaban, demikianlah catatan sejarah di banyak tempat di muka Bumi ini sebagaimana yang juga ditegaskan oleh Jared Diamond.

Mathis Wackernagel adalah orang yang berjasa besar mengajari ma-nusia berhitung dengan cermat soal bagaimana cara hidup sebetulnya bisa diukur untuk dibandingkan dengan daya dukung Bumi. Lewat konsep jejak kaki ekologis (ecological footprint) ia memperkenalkan perbandingan itu, dan menghitungnya sejak tahun 1961. Hasilnya benarbenar menakut-kan. Di tahun 1961 manusia kirakira menggunakan sumberdaya yang bisa disokong oleh separuh Bumi saja. Namun, sekitar tahun 1986, manu-sia benarbenar menggunakan sumberdaya yang disediakan oleh sebuah Bumi, dan kini angkanya sudah bertambah setidaknya seperempat Bumi lagi (Global Footprint Network, 2007). Ini berarti manusia “sukses” menaik-kan konsumsinya sebesar dua setengah kali lipat sejak pertama kali jejak kaki ekologis dihitung, padahal itu belum sampai berjarak setengah abad.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar