. . . . .
Tampilkan postingan dengan label LIBERALISME. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label LIBERALISME. Tampilkan semua postingan

Minggu, 03 Juni 2012

EKONOMI : PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM BERSAMA



Common Property Regime dapat juga diartikan dengan suatu cara privatisasi hak atas sesuatu tanpa membaginya menjadi beberapa bagian. Selain itu konsep ini juga menawarkan cara pembagian hasil atau pengolahan hasil .sendiri. Seperti rezim yang jelas akan diinginkan ketika sistem sumber daya yang paling produktif dikelola sebagai suatu keseluruhan utuh bukan di biarkan tidak terkoordinasi dan terabaikan. Bila kita dapat memaksimalkan pemanfaatan konsep ini dengan baik maka bersama dengan sektor privat , pemerintah, dan masyarakat dapat menciptakan kesinambungan dalam kerja sama menjaga keberlangsungan sumber daya milik rezim public ini.

Keutuhan. Sumber daya alam mempunyai ciri fisik yang khas yang membuatnya tidak disamakan secara materi. Entah sistem sumber daya yang tidak dapat dibatasi (laut lepas, stratosfer) atau sumber daya yang dapat dipindahkan atau bergerak sendiri dalam sekala besar maupun kecil (udara, air, ikan, satwa liar). sumber daya tersebut harus dikelola dalam unit yang sangat besar dan demi kepentingan orang banyak karena menguasai hajat hidup banyak orang.

EKONOMI : JENIS BARANG MENURUT KEPEMILIKAN DAN PENGELOLAAN



Ketika berpikir tentang macam-macam barang dalam perekonomian, kita dapat mengelompokkan mereka menurut dua ciri berikut:

Apakah barangnya bersifat ekskludabel dan dapatkah masyarakat diminta untuk tidak  memakai atau memanfaatkan barang ini?

Apakah barangnya bersifat persaingan dan apakah jika seseorang memakai barang ini, maka peluang orang lain untuk memakainya berkurang?

Berdasarkan kedua ciri tersebut membagi semua barang menjadi empat kategori sebagai berikut:

BARANG PUBLIK , SUMBERDAYA ALAM BERSAMA dan PEMERINTAH




Barang public merupakan salah satu dari perwujudan common property regime  atau sumber daya alam milik bersama dimana barang public berfungsi sebagai alat pemuas kebutuhan yang bersifat bersama dan terbuka bagi masyarkat untuk menikmati dan menggunakan. Sesuai dengan teori dimana harus terdapat suatu oengawas sekaligus pelaksana amanat pelestarian sumber daya alam milik bersama maka sudah tentu pemerintah seabagai otoritas tertinggi dalam suatu wilyah memegang peran paling penting dalam melakukan hal ini. Aktifitas pemerintah dapat mempunyai eksternalitas yang penting. Seluruh warga negara akan merasakan manfaat atas berbagai barang yang dibeli oleh pemerintah. Contohnya, salah satu fungsi utama dari seluruh pemerintah adalah menjaga ketersediaan bahan pangan, keamanan, sumber daya alam, dll. Selain dari hal di atasjuga sudah menjadi tugas pemerintah untuk melindungi hak seseorang dalam mendapatkan akses kepada sumber daya alam milik bersama yang dibutuhkannya. Seluruh masyarakat mendapatkan manfaat dari hal itu, apakah mereka membayar pajak atau tidak. Lebih umum lagi, pemerintah menetapkan sesuatu seperti undang-undang hak milik dan hukum kontrak yang menciptakan lingkungan hukum dimana transaksi ekonomi dan jaminan akses pada sumber daya alam terjadi. Keuntungan yang timbul dari lingkungan ini sekali lagi dinikmati oleh seluruh masyarakat.

LINGKUNGAN HIDUP : PANDANGAN ANTROPOSENTRIS / MANUSIA



Menurut pandangan Hardin
Padang penggembalaan dan berbagai sumberdaya  milik bersama lainnya, biasanya dimanfaatkan oleh setiap orang secara bebas, tanpa ada insentif untuk mengkonservasinya. Karena itu, tidaklah heran bahwa berbagai sumberdaya milik bersama atau tidak ada pemiliknya sangat rentan mengalami the tragedy of the commons. Di samping itu, menurut Hardin, berbagai sumberdaya milik bersama hanya dapat dikelola dengan baik melalui swastanisasi atau dikontrol pihak pemerintah bukan dibiarkan bebas digunakan oleh semua orang. Namun,  berdasarkan hasil-hasil studi dari berbagai kelompok masyarakat di berbagai wilayah, menunjukkan bahwa berbagai sumberdaya milik bersama, seperti maritim, padang penggembalaan, dan hutan tidak selalu mengalami degradasi. Hal ini dikarenakan berbagai sumberdaya milik bersama tersebut tidak selalu merupakan akses tanpa pemilikan dan bebas dimanfaatkan oleh setiap orang. Selain itu, kenyataan di lapangan juga menunjukkan bahwa pengelolaan sumberdaya milik bersama tidak selalu dapat dikelola secara efektif oleh pihak swasta atau pemerintah. Karena itu, tidaklah heran bahwa pandangan Hardin tersebut banyak dikritik oleh berbagai kalangan terutama ilmuwan pasca Hardin.

LINGKUNGAN HIDUP : PANDANGAN TEOSENTRIS / KETUHANAN




Bila melihat dari awal muncul dan perkembangannya maka pandangan ini bisa dibilang merupakan salah satu yang paling tua dan masih berlaku sampai saat ini. Hal ini dikarenakan kuatnya system doctrin suatu agama dalam kebudayaan manusia dimana suatu hukum Tuhan merupakan hukum tertinggi yang ada di dunia. Pandangan ini melihat alam semesta sebagai ciptaan dari kekuasaan yang lebih besar dan gaib yaitu Tuhan dan merupakan suatu kesatuan dari pengabdian seorang manusia sebagai salah satu ciptaannya untuk menjaga dan melestarikan alam. Secara empiris hal ini memang terlihat tidak logis dimana manusia memperhatikan suatu alam yang bersifat material dihubungkan dengan sesuatu yang bersifat immaterial yaitu Tuhan, namun adanya alam ini merupakan bukti nyata bagi penganut umat beragama bahwa adanya kekuatan besar itu memang ada. Islam sebagai salah satu agama yang ada di dunia dan merupakan agama terbesar dan paling cepat perkembangannya juga mengatur akan posisi manusia dengan alam. Dalam Al-Qur’an telah dikatakan bagaimana Tuhan telah menciptakan manusia dengan tugas dan tanggungjawabnya selama ada di dunia
.
Dalam salah satu ayat Al-Qur’an surat Al Baqarah ayat  30. Dikatakan, 

SUMBERDAYA ALAM MILIK BERSAMA ( COMMON PROPERTI REGIME )



           
Dalam sejarah awal mula manusia ada dan menginjakan kaki di dunia maka mulai saat itu juga kita telah berada dan menggunkan sumber daya alam yang ada di dunia ini mulai dari tanah, air, udara, sinar matahari, hutan, padang rumput, pesisir, dan laut, dll. Bahkan dalam salah satu hadist Nabi Muhammad yang dimana merupakan seorang Rasul dalam agama Islam yang paling besar dan terakir pernah bersapda bahwa tanah lapang atau padang rumput, air, dan api merupakan suatu sumber daya yang tidak diperjualbelikan, hal ini berarti menegaskan telah adanya Common Properti Regime sejak lama dan bahkan diatur dalam agama. Dari kalimat regime sudah dapat kita tarik kesimpulan bahwa sudah tentu ini akan dan harus melibatkan institusi dan jaminan mengenai kepemilikan bersama yang umumnya pada perihal poenggunaan sumber daya alam milik bersama. Adanya rezim yg biasanya diwakilkan oleh pemerintah sebagai pengawas dan penjamin masyarakat dalam mengambil haknya untuk mengelola sumber daya.

“Anehnya, kalimat “common property” kelihatannya telah menjadi bahasa untuk merujuk atau menunjuk, bukan kepada suatu bentuk dari kepemilikan sama sekali, tapi juga pada barang non-kepemilikan, atau sumberdaya yang terbuka untuk semua orang dimana hak dan kewajiban belum didefinisikan (Gordon, 1954; Scott, 1955; Demsetz, 1967; Alchian and Demsetz, 1973).”

EKONOMI DAN SUMBERDAYA ALAM BERSAMA (Common Property Regime)




Secara umum pembangunan ekonomi bertujuan untuk meningkatkan tingkat hidup dan menaikkan mutu hidup rakyat. Mutu hidup dapat diartikan sebagai derajat dipenuhinya kebutuhan dasar. Kebutuhan dasar esensial untuk kehidupan kita ini terdiri atas tiga bagian, yaitu:

1) kebutuhan dasar untuk kelangsungan hidup hayati
2) kebutuhan dasar untuk kelangsungan hidup manusiawi
3) derajat kebebasan untuk memilih. 

Aktivitas pembngunan ekonomi cenderung terfokus pada pengeksploitasian sumberdaya alam untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat tanpa melakukan tindakan nyata dalam melakukan konservasi terhadap bahan baku ini. Edger Owen mengatakan bahwa pembangunan telah diperlakukan oleh para ekonom tidak lebih sebagai ajang percobaan ilmu ekonomi, tanpa mengkaitkannya dengan gagasan-gagasan politik, bentuk-bentuk pemerintahan dan peranan orang-orang di masyarakat. Lanjutnya, sudah waktunya kita menggabungkan teori-teori politik dan ekonomi untuk memahami berbagai hal yang lebih uas dari sekadar membuat masyarakat lebih produktif, misalnya, bagaimana membuat kualitas hidup secara keseluruhan masyarakat itu menjadi lebih baik, pembangunan manusia lebih penting dari pada pembangunan benda-benda mati.

EKONOMI DALAM KEBIJAKAN LINGKUNGAN



Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan peri-lakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejah-teraan manusia serta makhluk hidup lainnya (UU. No. 23/1997). Lingkungan hidup dalam pengertian ekologi tidaklah mengenal batas wilayah baik wilayah negara maupun wilayah administratif, akan tetapi jika ling-kungan hidup dikaitkan dengan pengelolaannya maka harus jelas batas wilayah wewenang pengelolaan tersebut.

Peranan lingkungan dalam perkembangan ekonomi masyarakat sanget penting karena mengingat asal sumber daya alam adalah di lingkungan, sehingga muncul apa yang dikenal dengan limited growth (pertumbuhan yang terbatas) dan karena apa limited growth menjadi unlimited growth (pertumbuhan tidak terbatas), karakteristik sumberdaya alam dan munculnya masalah lingkungan. Materi mencakup pengertian tentang limited melawan unlimited growth, karakteristik sumberdaya alam, pengaruh lingkungan dalam pembangunan ekonomi. Salah satu isu global yang sangat penting dan mendapat perhatian serius saat ini adalah masalah lingkungan, environmental problems. Masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, dan pemerintah baik negara maju maupun berkembang telah dan terus memberikan perhatian terhadap masalah lingkungan. Disadari bahwa pengelolaan sumberdaya alam, natural resources yang berorientasi pada ekonomi tidak saja membawa efek positif, tetapi juga dampak negatif bagi umat manusia. 

Rabu, 30 Mei 2012

Liberalisme Dan Patriakarlisme


            
            Benn dan Gaus’s memperhitungkan konsep liberalism mengenai publik dan private telah menilustrasikan dengan baik beberapa masalah pokok dalam teori liberal. Mereka menerima bahwa private dan publik adalah kategori pokok dalam dari liberalism, tetapi mereka tidak menjelaskan kenapa dua istilah ini rumit atau mengapa lapisan ‘private’ kontras dan berlawanan terhadap ‘publik’ daripada terhadap ‘dunia politik’. Penilaian liberalism oleh Benn dan Gaus juga mengilustrasikan keabstraknya, karaktek secara historis dan, apa yang dibenarkan dan dihilangkan, menyediakan contoh yang bagus dari diskusi secara teori yang dikritik secara tajam oleh para feminis.
           
Istilah ‘ideologi’ sesuai untuk digunakan disini karena adanya ambigu dalam konsep liberal mengenai privte dan publik yang kabur dan menajubkan membantu untuk mendasari hal tersebut. Para feminis berargumen bahwa liberalism tersusun oleh patriarkal seperti halnya hubungan kelas, dan bahwa itu dikotomi antara private dengan publik yang mengaburkan subjektivitas antara perempuan dengan laki-laki di dalam sesuatu yang universal, paham persamaan, dan kepentingan pribadi. Benn dan Gaus menasumsikan bahwa realita kehidupan sosial kita adalah lebih atau kurang cukup menangkap konsep liberalsm. Mereka tidak mengenali bahwa liberalism adalah liberalism patriakal dan itu adalah pemisahan dan pembedaan antara perempuan dengan laki-laki, mereka hanya mengamsumsikan sebagai individualism dalam konsep liberal.

Salah satu alasan mengapa hasil ini tidak di perhatikan adalah bahwa pemisahan antara private dan publik telah ada dalam teori liberal seperti jika ini diterapkan pada semua individu dengan jalan yang sama. Ini sering di klaim - oleh para anti-feminis masa kini, tetapi oleh para ferminis abab 19, kebanyakan menerima doktrin ‘lapisan pemisah’- bahwa dua lapisan tersebut adalah terpisah, tetapi sama-sama penting dan berharga. Cara dimana perempuan dan laki-laki dibedakan terletak pada kehidupan individu dan dunia publik.

Kritik Feminis Tentang Dikotomi Publik dan Private




Dikotomi antara private dengan publik telah menjadi pusat bagi penulis seputar feminist dan perdebatan politik selama hampir 2 abad, hal ini akhirnya menjadi apa gerakan feminist itu. Kritik dari para pejuang feminist lebih ditujukan kepada pembedaan dan berlawanan antara lapisan publik dengan private (pribadi) dalam teori dan praktik liberal. Hubungan antara feminism dengan liberalism sengatlah dekat tapi juga sangat kompleks. Antara liberalism dengan feminism mempunyai dasar yang sama, keduanya berdasarkan pada konsep kebebasan individu dan sama rata. Tetapi walaupun liberalism dan feminism mempunyai dasar yang sama, tetapi para penganut aliran tersebut telah saling bertentangan selama kurang lebih 200 tahun. Tujuan dan pandangan kritik dari para feminism tentang konsep para liberalism mengenai konsep publik dan private telah menjadi pembeda besar dalam gerakan feminism.
           
Feminism lebih sering dilihat tidak lebih hanya merupakan hasil dari revolusi liberal dan revolusi borjuis, eksistensi dari prinsip-prinsip liberal dan hak yang sama antara laki-laki dan perempuan. Tuntutan tentang persamaan hak yang sama, tentu saja, selalu menjadi bagian yang terpenting dari paham feminism. Bagaimanapun, usaha untuk menuviversalkan liberalism mempunyai konsekuensi dengan jangkauan yang lebih luas dari yang dinilai semula karena, pada akhirnya, hal ini merupakan tantangan yang tidak terelakan dari liberalism itu sendiri. Feminism liberal mempunyai implikasi radikal, yang tidak sedikit menantang pemisahan dan berlawanan antara lapisan publik dan private yang sangat pokok dalam praktik dan teori liberal. Dalam liberal, kontras antara private dan publik tidak hanya perbedaan antara dua jenis aktivitas sosial.
           
Bagaimanapun, tidak semua penganut paham feminism adalah seorang liberalism, ‘feminism’ di klaim lebih dari pada liberalis-feminis. Beberapa penganut feminism yang lain, secara tegas menolak konsep-konsep liberal mengenai privat dan publik dan melihat struktur sosial liberal sebagai masalah politik, tidak sebagai titik awal darimana hak yang sama dapat di klaim. Meraka mempunyai banyak kesamaan dengan kritik radikal dan sosialis pada para liberal yang bergantung pada teori ‘organic’ tetapi mereka membedakan secara tajam analisis mereka tentang status liberal. Singkatnya, feminism, tidak seperti radikal yang lain, memunculkan yang biasanya melalaikan permasalahan dalam karakter liberalisme yang patriarchal.

Perdagangan Bebas di Indonesia: Kasus Industri Otomotif Timor



            Pada pertengahan Juli tahun 1996, negara-negara yang tergabung dalam Kerjasama Ekonomi Negara-negara di kawasan Asia-Pasifik (APEC) membuat pernyataan bersama di Christurch, Selandia Baru, bahwa mereka menegaskan komitmennya untuk merealisasi perdagangan bebas dan menerapkan liberalisasi. Pernyataan ini bertujuan untuk menekan komunitas ekonomi Eropa agar menghilangkan hambatan perdaganganya terhadap negara-negara peserta APEC. Agar tercapai liberalisasi perdagangan global dalam rangka meciptakan kesejahteraan masyarakat dunia.

Namun, kalau diamati secara seksama ada dua target yang ingin dicapai APEC. Pertama, mereka ingin mendorong terciptanya perdagangan bebas dunia yang ditanda tangani oleh para anggota pada tahun 1994. Kedua, mereka ingin menghilangkan hambatan-hambatan dalam perdagangan, pada tahun 2010 untuk negara-negara maju dan pada tahun 2010 untuk negara-negara sedang berkembang. Kebijakan yang diterapkan oleh APEC ini semakin menunjukan bahwa ekspansi pasar merupakan gejala yang sedang mengglobal saat ini yang ditandai dengan internasionalisasi capital, pembukaan pasar secara lebar-lebar di setiap Negara dam penerapan perdagangan bebas. Proses homogenisasi ekonomi dunia sedang terjadi sehingga nampak seolah-olah merupakan isu ekonomi murni sehingga tidak dikaitkan dengan non-ekonomi.


Salah satu kasus menarik yang membuktikan bahwa gejala ekonomi murni sebetulnya merupakan bentuk kemustahilan adalah gegap gempitanya persaingan industry otomotif di tanah air di era 1990-an, terutama dengan masuknya pendatang-pendatang baru membawa hak monopoli. Pada tahun 1996 pemerintah mengeluarkan INPRES 2/1996 dan KEPRES 42/1996 yang isinya memberikan hak kepada PT Timor Putra Nusantara untuk mengembangkan Mobil Nasional (Mobnas), yaitu mobil dengan tekhnologi nasional dalam kurun waktu 3 tahun. PT Timor harus memenuhi kandungan local sebesar 60%, dalam rangka menciptakan transfer tekhnologi. Bekerja sama dengan perusahaan mobil Kore Selatan, yaitu KIA, PT Timor memiliki hak mengimpor komponen dengan bea masuk 0%, sehingga harga mobil dapat ditekan menjadi murah, hanya sekitar Rp.35,75 juta pada saat itu, padahal mobil Jepang rata-rata sekelas itu adalah Rp.65 juta. Dampak dari pelepasan mobil Timor adalah terjadinya goncangan pasar nasional, baik mobil baru maupun bekas. Terjadi perang harga mobil sekelas Timor dari merek-merek lain, selain itu muncul proyek-proyek mobil nasional lain dari beberapa perusahaan produsen mobil seperti PT Bimantara, Pt Indomobil, Bakrie, BPIS walaupun tidak memiliki fasilitas istemewa dari pemerintah seperti PT Timor.


            Ada dua hal penting yang perlu dikedepankan berkaitan dengan fasilitas bebas bea yang dimilike oleh mobil Timor. Pertama, fasilitas bebas bea yang anya diterapkan kepada PT Timor Putra Nusantara mengesankan adanya monopoli, sebab fasilitas ang sama tidak diberikan kepada industriawan yang lain. Kedua, upaya untuk melakukan transfer tekhnologi yang dilakukan oleh Timor terbatas sekali, sebab mobil-mobil yang akan dijual tersebut masih diimpor dan dirancang secara penuh oleh pabriknya di Korea Selatan, dan PT Timor belum mempunyai fasilitas yang memadai untuk merakitnya sendiri. Agenda lebih lanjuta adalah adanya pengistimewaan mengapa PT Timor yang mendapat hak untuk bebas bea masuk dan transfer tekhnologi cepat jatuh kepada perusahaan tersebut bukan yang lain. Hal ini menunjukan adanya campur tangan politik mengenai perumusan kebijakan tersebut sehingga tidak murni ekonomi. Melihat pada contoh kasus ini maka dapat dikatakan bahwa dalam perkembangan dan proses ekonomi sendiri pun tidak dapat dilepaskan dari aspek-aspek non-ekonomi, masuknya pengaruh politk dan penguasa membuat ekonomi menjadi sebuah lahan perebutan para orang-orang tertentu dengan kepentingannya masing-masing. 

PERDAGANGAN BEBAS DAN LIBERALISASI POLITIK DI INDONESIA


              Globalisasi adalah merupakan sebuah konsep yang menjadi wacana sentral dalam disiplin ilmu-ilmu social saat ini, adalah proses kepercayaan yang ditandai dengan adanya kecenderungan wilayah-wilayah di dunia, baik secara geografis maupun fisik, menjadi seragam dalam format social, budaya, ekonomi, dan politik. Dikarenakan semakin kaburnya batas-batas dan perbedaan antar negara di dunia, maka ini dalam kehidupan social proses global telah menciptakan egalitarianism, di bidang budaya memicu munculnya “internationalizations of culture”, di bidang ekonomi menciptakan saling ketergantungan dalam proses produksi dan pemasaran, dan di bidang politik menciptakan “liberalisasi”. Globalisasi sudah terjadi sejak berabad-abad lalu, dan masih terjadi sampai sekarang proses global tersebut, dan memiliki kecepatan, kekuatan dan cakupan yang luar biasa. Globalisasi sendiri buakanlah sebuah proses yang singkat, namun merupakan proses yang lounge durre yaitu proses yang lama dan bertahap.


        Salah satu bukti nyata dan dapat diketahui secara langsung terlihat dalam era global adalah meningkatnya integritas ekonomi antar negara-negara di dunia, baik antara negara berkembang, Negara maju, dan keduanya. Globalisasi diwarnai dengan ekspansi pasar, yang dalam bentuk kongkret berupa penyelenggaraan pasar-pasar bersama regional. Proses perluasan pasar di seluruh penjuru dunia tersebut merupakan sebuah rekayasa social dengan skala luas, yang belum pernah terbayangkan sebelumnya, dengan menggunakan berbagai instrument seperti ilmu pengetahuan, teknologi, institusi social, politik dan kebudayaan.

            Banyak Negara di Eropa Timur yang merubah kebijakan ekonominya dari sosialis ke orientasi pasar. Hal ini membuktikan bahwa integritas pasar melalui perdagangan bebas cenderung memiliki berbagai dampak konsekuensi social politik. Wallerstein secara jitu telah mendemonstrasikan bagaiman ekspansi pasar dan keberhasilan Modern World System merupakan sebuah potret dari globalisasi. Tetapi berbagai bentuk integrasi pasar regional yang oleh Wallerstein di klasifikasikan dalam wilayah pusat, semi pinggiran, dan pinggiran akan memiliki variasi karakteristik dalam konteks perkembangan ekonomi global. Spesifikasi social politik yang muncul di Indonesia ketika perdagangan bebas melanda dunia relevan untuk dikedepankan.
            Pembahasan ini lebih kepada hubungan antara perdagangan bebas dan liberalisasi politik di Indonesia. Hubungan tersebut didasarkan pada argument bahwa ada keyakinan teoritik, bahwa perdagangan bebas, baik secara lambat maupun cepat, akan membawa dampak pada liberalisasi politik.

Perdagangan Bebas dan Liberalisasi Publik
           
Bila kita melihat pada teori-teori ekonomi yang bersifat mainstream maka seakan-akan hanya ada dua sistem ekonomi di dunia ini, yaitu sistem ekonomi yang didominasi oleh kekuatan pasar versus negara. Pandangan ekonomi tersebut lebih membatasi diri pada masalah ekonomi an sich daripada mengaitkan dengan berbagai persoalan sosial, budaya, dan politik. Sehingga untuk memahami perbedaan system pemerintahan antarnegara-negara cenderung direduksi dalam pandangan ekonosentrik. Lindblom, mengakui adanya keterbatasan dalam analisis ekonomi, khususnya neo-klasik. Cara pandang neo-klasik tidak realistik dan hanya ada dalam model pikir, sehingga bila diterapkan akan mencabut kenyataan ekonomi dari realitas sosial, sedang kenyataannya adalah ekonomi dan sosial-budaya saling jalin-menjalin.

            Menurut pendapat beberapa pengamat sosial-ekonomi memiliki keyakinan bahwa ekonomi pasar memiliki kemampuan dalam menciptakan demokrasi politik, sehingga ekonomi pasar merupakan prasyarat dalam mewujudkan demokrasi politik. Pertumbuhan perdagangan dan integrasi pasar akan menimbulkan tekanan-tekanan pada negara untuk menyelenggarakan system politik yang plural, sehingga akan membawa perkembangan arus informasi, gagasan, dan pandangan. Dalam system social-ekonomi seperti itu, mekanisme pasar diandaikan sebagai parlemen. Semua pelaku ekonomi bersifat voluntir dan tidak ada tekanan politis sehingga kepentingan-kepentingan yang berbeda dapat mencapai keserasian lewat terwujudnya setting price.

Salah satu pandangan yang anti determinan ekonomi pasar menyatakan bawa justru dengan dominannya pasar maka masyarakat terancam disintregasi. Oleh karena itu dibutuhkan kewenangan politik, alam hal ini peran negara yang kuat, untuk memantau, mengatur dan mengontrol mekanisme pasar sehingga arus barang dan kepentigan dapat menciptakan kesejateraan bagi seluruh lapisan masyarakat. Pemerintah mempunyai peran yang sangat penting dalam mengatur dan menjaga pasar agar tetap stabil dan tidak terlalu mengancam keberlangsungan industri masyarakat dan kalangan modal rendah. Perdaganan bebas akan mengakibatkan kenaikan import barang dari negara lain yang lebih murah dan berkualitas daripada di dalam negeri. Selain dari pada itu pemerintah yang kuat  juga merupakan salah satu syarat pentng dalam terciptana pasar bebas, keadaan politik dan keamanan yang kondusif merupakan penjamin bagi pada investor untuk mau menanamkan modalnya serta menjamin pertumbuhan industri di negara itu. Memahami persoalan pluralitas politik dengan hanya mempertimbangkan dua aspek yaitu variabel negara dan dan pasar menyebabkan pendekatan itu kurang memiliki sofistikasi ilmiah dan mereduksi kompleksitas realitas dalam cara pandang yang terlalu sederhana.

Pandangan lain menegaskan bahwa untuk mewujudkan pluralistas politik dan demokrasi sosial bukan negara atau ekonomi pasar yang menjadi prasyaratnya tetapi kelas menengah yang harus tampil ke depan. Kelas menengah ini merupakan para kumpulan orang-orang yang kritis dan resah akan suatu keadaan yang sedang berlangsung, bila suara ini dapat ditampung dan ditindaklanjuti dalam parlemen dan dilaksanakan oleh pemerintah maka akan berdampak besar. Dampak positif dari keberadaan kelas menengah adalah terciptanya tensi politk dalam masyarakat dan ini merupakan kekuatan kontrol agar negar tidak berbuat semena-mena dan pasar tidak semata-mata memberikan keuntungan ekonom-politik kepada kaum pemilik alat-alat produksi. Melalui pengamatan empiris diadapatkan hasil pada beberapa negara termasuk Indonesia, didapatkan hasil bahwa konsep ini terancam gagal atau malah gagal sama sekali. Hal ini terjadi karena kurangnya pengetahuan dan pemanfaatan dari golongan menengah ini sendiri, kita sering melihat suatu golongan dan mendefinisikan golongan itu dari segi tingkatan ekonomid dan sosialnya, bukan dari peranan dan kekuatan politiknya.

Kegagalan pendekatan diatas memunculkan pemikiran dari para kelompok-kelompok tertentu yang meliat dan mempelajari dari konsep Marx dan status / otoritas sosial Weber sehingga relevan untuk memahami realitas ekonomi politik di Asia Tenggara, pendekatan ini dinamakan “pendekatan kelompok strategis”. Pendekatan ini melihat pada realita bahwa dinamika yang terjadi di kalangan kelompok tertentu entah itu menengah ataupun bawah tidak banyak berpengaruh karena perjuangan kelas tidak pernah terjadi karena konflik yang terjadi lebih sering bahkan selalu di tingkat elit. Merekalah kaum elit itu yang disebut sebagai sebagai kaum strategis yang siap megambil alih seua sumer daya ekonomi dan kekuasaan di saat terjadi goncangan politik. Dengan demikian maka liberalisasi politik akan tercapai bukan dari peranan pasar, negara, atau kelas menengah tetapi semua tergantung dari permainan politik dari kelompok-kelompok strategis tersebut. Dialektika dari keempat pemikiran diatas merupaka refleksi dari rumitnya jalinan masalah-masalah ekonomi dengan masalah politik.